Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penjelasan Singkat, Apa itu Ekofeminisme?

Penjelasan Singkat, Apa itu Ekofeminisme?

Sebelum mempelajari ekofeminisme ada baiknya mencoba memahami terlebih dahulu apa itu ekologi dan apa itu feminisme, karena kata "Ecofeminism" terbentuk dari kedua istilah tersebut. Pada langkah selanjutnya, kita akan mempelajari mengapa kedua istilah tersebut terintegrasi dengan ekofeminisme. Dan terakhir, kami akan mencoba mencari alasan mengapa ekofeminisme harus menjadi poros utama gerakan untuk saling melindungi. Dalam pembahasan kali ini, metode yang akan saya gunakan adalah metode berpikir kritis-etis.

Ekologi dan Hubungan antara Manusia bersama Alam

Ekologi adalah studi tentang ekosistem. Ahli ekologi berusaha untuk menganalisis dan menerapkan upaya dalam hubungan antara organisasi dan lingkungannya. Dengan kata lain, ekologi telah mempelajari ekosistem yang merupakan hubungan dan interaksi antara keberadaan biotik dan abiotik. Secara lebih rinci ekologi adalah ilmu yang mencoba menganalisis keberadaan dan keberlanjutan kualitas keanekaragaman, biomassa dan jumlah interaksi makhluk hidup (populasi).

Tantangan ekologis dalam konteks modern ini adalah ketimpangan ekosistem akibat penyempitan keanekaragaman, sebaran massa dan energi serta ketimpangan relasi yang mengkhawatirkan populasi makhluk hidup. Fenomena ini dapat dibuktikan dari anomali alam seperti: kekeringan, banjir dan dampak pemanasan global lainnya. Bencana tersebut terjadi karena upaya pengelolaan manusia yang tidak sesuai dengan kemampuan alam itu sendiri. Dengan kata lain, manusia melakukan praktik-praktik yang tidak tepat mengakibatkan sistem alam mengalami chaos (kacau).

Penyebab ketidakseimbangan ini adalah karena "keterasingan manusia" atau alienasi seperti yang dijelaskan oleh Marx. Manusia sejauh ini, dari sudut pandang Marx, menghasilkan hubungan historisnya dalam produksi alat-alat kehidupan. Alam memiliki banyak arti bagi manusia, misalnya sebagai hasil dari aktivitas kehidupan dan produksi alat-alat kehidupan. Pada langkah selanjutnya, proses produksi terbentuk dari sistem kapitalisme yang mengasingkan manusia.Pengasingan yang dimaksud yaitu, manusia diasingkan dari kegiatan kerjanya sendiri dan peran aktifnya dalam mengelolah alamnya sendiri. Jenis keterasingan ini dijelaskan oleh Marx sedemikian rupa.1 Produk akhir dari keterasingan ini adalah jarak yang sangat jauh antara manusia dan alam sebagai bagian dari hidupnya.

Manusia pada tahap ini gagal memperlakukan alam sebagai bagian dari sistem yang sama. Tidak ada hubungan titik-temu antara alam dan manusia. Alam digunakan sebagai objek "sah" yang dikelola oleh manusia hanya dalam jumlah dari alam yang dapat digunakan dari Sudut pandang hegemonial dan pragmatis. Pada titik ini, manusia sering kali melupakan hubungan alam dan manusia. Pertanyaan ini dapat dijawab dengan epistemologi lingkungan dengan mengacu pada penjelasan Karen J. Warren. Ia menjelaskan bahwa peningkatan kesadaran telah meningkatkan data empiris yang menunjukkan bahwa fenomena alam semakin menyadari penindasan yang dihadapi oleh manusia (terutama alam) dan perempuan.2

Feminisme dan Ekofeminisme

Feminisme adalah konsep gerakan bagi laki-laki dan perempuan untuk menentang kekuatan sistem patriarki dalam kehidupan. Ciri patriarki yang dikenal berupa mengutamakan laki-laki dalam pembentukan keputusan bersama, mensubordinasikan perempuan dalam struktur sosial dan berdampak pada sistem dan pemaksaan yang tidak adil.

Dalam perkembangan feminisme, berbagai jenis pemahaman dan gerakan feminisme dihasilkan, sesuai dengan pendekatan dan objek spesifik yang ditentang. Salah satunya adalah ekofeminisme. Yang diupayakan oleh ekofeminisme adalah keseimbangan hubungan antara manusia dan alam dimana perempuan sebagai salah satu subyek mengambil peran sebagai pengingat dan pengaduan terhadap ketidakadilan sistem.

Ekoferminisme lahir dari kesatuan istilah antara ekologi dan feminisme. Unit ini muncul dari keadilan atas takdir umum, sejarah dan sifat yang dapat dijelaskan dalam pendekatan budaya-bahasa. Menurut Pierre Bourdieu, ada pelatihan institusional yang mereproduksi tingkatan gender. Hal tersebut memfasilitasi tugas manusia untuk melakukan analisis historis pemilih dan transformasi kelembagaan.3 Lembaga-lembaga ini dapat menjadi lembaga linguistik dan pelatihannya.

Dalam peradaban manusia, bahasa terbagi menjadi kata benda (nomina) dan kata sifat (adjektiva) yang kemudian dikelompokan menjadi tiga kelompok gender, yaitu feminium, maskulium dan neutrum. Misalnya mare (Latin: sea), Sophia (Latin: wisdom), dan musica (Latin: music) mengacu pada ciri-ciri feminin. Sedangkan rex (Latin: king), gladius (Latin: sword) mengacu pada ciri maskulin.

Pembagian tersebut merupakan nama fenomenologis yang berasal dari berbagai pengalaman manusia dalam mengamati sifat suatu benda. Dalam mempelajari aksiologi, kita akhirnya bisa menggunakan itu sebagai referensi. Tentu saja pembagian tersebut tidak dapat kita gunakan secara mutlak mengingat perkembangan bahasa yang terus memperbanyak bahasa baru. Kembali ke konteks Indonesia, kami juga memiliki pembagian ini dalam kaitannya dengan ekofeminisme.

Mengacu pada sejarah, Pierre Bourdieu menyatakan bahwa perubahan kondisi perempuan masih menganut logika model pembagian kerja tradisional yang membedakan semuanya sesuai kodrat laki-laki dan perempuan. Konstruksi ini merupakan konstruksi peradaban yang lahir dengan bahasa. Tentu saja, ulasan lain dapat menganalisis bagaimana bahasa bisa adil - atau tidak adil - membedakan properti ini. Ekofeminisme di beberapa bagian menerima kategori fitur ini.

Dalam dominasi maskulin, Pierre Bourdieu menjelaskan bahwa laki-laki masih mendominasi ruang publik dan kekuasaan (terutama kekuasaan ekonomi atas produksi). Sedangkan perempuan masih ditempatkan di ruang privat (rumah, tempat produksi).Pada titik ini, wanita menemukan hubungan dengan alam, dengan pengenalan dan transformasi lingkungan. Peradaban juga menunjukkan sifat-sifat kesetaraan reproduktif seperti mother earth (ibu bumi), ibu pertiwi, dll. Oleh karena itu, Bung Karno menggambarkan betapa dekatnya kekuasaan dan pengelolaan tanah yang pada awalnya diperankan oleh perempuan. Pada zaman dahulu, perempuan merupakan penentu pengelolaan lahan dan alam yang ditujukan untuk kebutuhan keluarga atau koloni mereka. Oleh karena itu Bourdieu mencoba menyimpulkan bahwa struktur lama dalam pembagian kerja yang dijelaskan di atas tampaknya masih menentukan arah dan pembentukan perubahan.

Antara alam dan perempuan, yang tumbuh bersama dan mengalami penindasan. Penindasan ini bersumber dari tindakan patriarki seperti hegemoni, penganiayaan, sub-ordinasi, penindasan hingga konsep tirani sosial seperti fasisme dan sebagainya. Keterkaitan internal antara manusia (perempuan) dan alam terletak pada nasib yang sama, dan tidak saling membutuhkan (alam akan ada sedemikian rupa tanpa pengelolaan manusia).

Pada hakikatnya manusia dan alam adalah sama, yakni sebagai wujud, sesuatu yang diyakini sebagai ciptaan. Konsep antromorfismem, kosmos kecil kosmos besar lahir dari kesadaran bahwa manusia memiliki kesamaan dengan alam. Namun, kita harus menghindari menyamakan keduanya sebagai satu "makhluk" dalam konsep esensialisme. Keberadaan bisa menjadi satu kesatuan tetapi bukan satu "makhluk". Bahaya esensialisme terletak pada konsekuensinya yang menyatakan adanya singularitas yang juga memuat keunikan fitrah dan watak (uniqueness). Manusia dan alam menjadi satu dalam hubungan yang saling berhubungan, bukan satu eksistensi. Ada persamaan tetapi juga lebih banyak perbedaan daripada persamaan ini.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas. Manusia mengalami aliensi sehingga tidak mampu mengenali diri dan fitrahnya, apalagi mengatur hubungan keduanya secara adil. Oleh karena itu, perlu diadakan "dialog" antara manusia dengan dirinya. Hal tersebut dikemukakan oleh FX. Eko Armada Riyanto sebagai penerapan prinsip penalaran manusia dalam kehidupan sehari-hari. Konsep dialog merupakan pertemuan pemahaman antara diri manusia dengan gagasan lain di luar dirinya, termasuk fakta dan segala sesuatu yang terjadi pada dirinya. Hal ini berlaku pada perjumpaan, pembicaraan, dan kesadaran yang dimiliki perempuan sebagai diri mereka sendiri dan pertemuan mereka dengan alam, yang dalam prosesnya melahirkan perjuangan ekofeminisme.

Kembali ke konsep awal eko-feminisme, Francoise D'Eaubonne, seorang penulis dan aktivis, adalah orang yang dikenal pertama kali mengungkapkan kata eko-feminisme dalam bukunya La Feminisme ou La Mort (feminisme atau kematian). Perkembangan feminisme menuju ekofeminisme merupakan konsekuensi dari semakin meluasnya kesadaran akan opresi yang terjadi pada keduanya.

Apakah opresi itu? Opresi adalah tindakan kekerasan ketika salah satu pihak ditekan dan segera dia tidak punya pilihan lain. Perempuan Indonesia telah bekerja di sawah, menanam benih, menjual hasil pertanian, memintal serat, menganyam kain, mengolah tanaman dan lahan yang menjadi domus dan modal utama bagi mereka. Melalui keserakahan sistem modal, tanah-tanah tersebut diambil alih, dijauhkan dari perempuan, dikeringkan dan dijadikan obyek infrastruktur atas nama pembangunan.

Menghadapi kondisi seperti itu, perjuangan tidak hanya dilakukan untuk kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk sesuatu yang lebih luas. Kesadaran perempuan akan kesetaraan dengan alam tidak lepas dari konstruksi peradaban yang selama ini menempatkan alam dan perempuan pada level paling bawah dalam hierarki. Alam dan perempuan dengan semua sifat yang sama, yaitu dalam potensinya untuk menjadi ibu. Baik alam maupun perempuan mampu "menghasilkan" modal yang kemudian dikuasai oleh sistem patriarki. Suatu tindakan berdasarkan objektivasi.

Pelaku sistem patriarki (baik laki-laki maupun perempuan) memandang alam dan perempuan sebagai objek yang dapat diatur sedemikian rupa untuk kebutuhan pragmatis. Persamaan antara alam dan perempuan dalam penindasan adalah eksploitasi, beban ganda (diambil terus menerus dan pada saat yang sama harus menghasilkan), nasib yang ditentukan (dijauhkan dari kodrat atau kodratnya), keterasingan, hegemoni dan opresi. Kesamaan sifat dan nasib tersebut yang menjadi dasar utama ekofeminisme untuk terus memperjuangkan keadilan dalam sistem. Ekofeminisme tidak lagi mendukung struktur sosial atau kekerasan saja. Ekofeminisme memiliki tugas utama dalam menangani isu ekologi dan gender. Ekofeminisme menjadikan perjuangan alam, kelas dan gender menjadi satu kesatuan.

Perbedaan antara perempuan dan alam hanya terletak pada cara mereka merespon penindasan yang mereka alami. Ketika alam itu rusak dan dengan sendirinya menyebabkan kerugian langsung bagi manusia. Alam yang terlalu lama tertekan akan melawan dengan cara yang alami, yaitu berupa ketidakseimbangan alam. Sedangkan perempuan memiliki peluang untuk mengubah kondisi melalui rasio, energi dan eksistensi mereka sebagai ciptaan aktif. Resistensi alami terhadap gerakan ekofeminisme adalah munculnya kesadaran akan tekanan sistem patriarki. Karena kompleksitas tugas perubahan yang dilakukan dalam ekofeminisme, maka yang harus dilakukan merupakan upaya yang tidak terpisahkan dari berbagai kajian dan pendekatan.